Perang Dingin
7:39:00 PM
Kalian tahu seperti apa perang dingin itu? Hm, maksudku bukan perang antar tukang es. Aku pernah mengalami perang dingin. Tidak usah jauh-jauh antar negara, aku mengalami dengan temanku sendiri. Temanku itu teman dekat, teman mengobrol, teman curhat, bahkan teman sebangkuku! Perang dingin diantara kami membuat suasana pertemanan kami dingin sekali.
Pagi itu, aku berangkat sekolah seperti biasa. Tas sekolahku ringan, dan itu membuatku semakin nyaman dan bersemangat, karena tidak membawa beban berat. Hari ini tidak ada kegiatan belajar. Di sekolahku akan ada pagelaran anak kelas 9. Sesampai di sekolah, suasana sudah mulai ramai. Panggung sudah didirikan dari kemarin. Tas tidak kusimpan di kelas, tetap aku bawa. Teman-temanku satu persatu keluar dari kelas dan duduk di teras. Aku segera berhambur ke anak-anak perempuan di teras kelas sebelah.
Teman dekatku, Fira, kulihat belum datang. Tidak selang beberapa menit, aku sudah terbawa obrolan seru pagi itu di antara kami semua.
“Hai, Fira!” sapaku saat melihat Fira datang dan berhambur ke arah kami.
“Hai.” balasnya. Tak bersemangat. Memang begitu Fira, ia suka tidak bersemangat jika sedang badmood. Kurasa hari ini Fira memang sedang badmood.
“PR matematika sudah selesai, Fir?” tanyaku.
“Belum. Sekarang kan, nggak belajar, Sa.” jawabnya.
Aku mengangguk. Bersyukur hari ini bebas dari pelajaran, sehari saja.
“Nesa, aku bawa kamera SLR, loh.” bisik Lia padaku.
“Oh, ya? Bagus, deh. Nanti aku boleh pinjam?”
“Boleh.”
Aku mengajak ngobrol Bila. Ia teman dekatku juga. Disaat aku sedang ada masalah dengan Fira, ia teman curhatku. Anaknya polos sekali. Kalau kau berteman dengannya, asyik sekali! Aku mengobrol dengan Bila panjang lebar.
Hari itu, entah kenapa aku sedang berada dalam ‘ketidakkonekkan’. Aku masih pusing dengan PR matematika yang belum aku kerjakan semalam, karena lupa. Hm.
“Fir, PR matematika kamu belum dikerjai kan?” tanyaku. Lagi.
“BELUUUM!!!” jawabnya keras. Aku kaget bukan main.
“Slow, Fir.” ujarku. “Maaf, aku nanya lagi. Lagi nggak konek, nih.”
Ia diam saja. Pandangannya kosong. Ia memang tampak benar-benar badmood. Aku rasa pagi ini bukan pagi yang cerah ceria. Suasana langit mendung, sama seperti suasana semua ini. Tapi, aku berdoa untuk tidak hujan. Nanti pasti cerah. Aku masuk ke kelas sebelah bersama Bila dan Lia. Aku takut mendekati Fira, ia sedang badmood dan tidak ingin diganggu, pikirku. Di kelas kami berfoto dengan memakai kamera SLR Lia. Setelah itu kami keluar karena acara kelas 9 telah dimulai.
Aku memilih duduk di dekat Nabila dan Lia. Fira bukan di tempat tadi lagi. Ia sudah pindah di dekat Rara. Kami semua mulai menikmati acara pentas kelas 9.
Pukul 11 tepat, acara selesai. Aku masih bingung dengan semua ini. Tidak biasanya aku dan Fira tidak bersama. Ia masih dalam kebadmoodan, dan aku masih dalam kebingungan, namun, sudah mulai konek. Ada apa dengan semua ini? Hari ini, ia lebih banyak bermain dengan Rara. Rara juga teman dekatku. Kemana-mana kami selalu bertiga. Hm, saat aku sedang bersama Nabila, Fira melihatku dengan picingan mata yang seolah tidak senang. Ia mungkin iri, atau bagaimanalah. Itu perasaanku, lho. Padahal, aku beralih ke Nabila dan Lia karena selama aku bersamanya, aku tidak harus bagaimana, dia cuek padaku, menjawab pertanyaanku dengan tidak enak, dan sebagainya. Keegoisanku muncul dari situ. Aku memang benar-benar egois saat itu.
Pulang sekolah, aku segera berkutik dengan dunia maya. Dunia keseharianku. Aku segera membuka Twitter, jejaring sosial yang sedang booming saat ini. Disanalah aku berbagi keluh kesahku. Hari ini aku akan menulis tentang semua perasaanku.
‘Hari ini bukan hari yang mencerahkan, walaupun matahari bersinar cerah. Tetapi, mendung. Dingin diantara kami.’
‘Selalu dicuekkin. Kenapa sih?’
‘Setiap aku bermain dengannya, selalu aja kamu marah.’
‘Menyebalkan hari ini.’
…dan sebagainya. Masih banyak keluh kesah yang aku tumpahkan dalam 140 kata itu. Kemudian aku mencoba membuka profil dia. Hm, di tweets keduanya, tampak membuatku menyentuh, ia menuliskan ‘kalau ada aku, kamu deketin aku, kalau ada dia, kamu ngelupain aku, sabar…’. Hm, jadi begini, ya? Aku diam terpaku di depan profilnya.
Tak lama kemudian, mentionan terhadap statusku muncul. Aku tak menanggapi. Aku masih dalam keadaan bingung, dan mencoba memahami statusnya. Jadi selama ini…dia cemburu jika aku berteman dengan Nabila? Atau bagaimana?
Tiba-tiba HP berbunyi, ada satu pesan baru masuk. Dari Rara, ‘Nesa, Fira, kalian kenapa? Kok dingin begitu? Aku jadi merasa di tengah kalian berdua…L’
Aku bertambah bingung. Berarti, Fira juga merasakan sama seperti aku? Oh, kenapa masalah ini harus dibesar-besarkan. Rasanya, hari itu juga aku merasa sebal dengan Fira! Hanya saat itu. Aku membalas SMS Rara dengan apa adanya. Dengan apa yang aku rasakan selama ini. Entahlah, itu akan menyakitkan atau tidak. Aku mencoba untuk saling mengerti…
Esoknya, aku tidak ingin bersekolah, rasanya. Apa yang akan terjadi selama aku duduk dengannya? Aku tidak tahu, tapi bagaimana pun juga, aku harus tetap sekolah. Saat kudatang, sekolah belum begitu ramai, suasana masih mendung seperti kemarin. Tapi, Fira sudah datang. Aku segera masuk kelas dan menyimpan tas di bangkuku. Kemudian segera berlari ke arah Manda yang duduk di belakangku. Aku menumpahkan segalanya. Pagi itu benar-benar buruk. Fira mengobrol dengan Lia dan tidak menggubrisku sama sekali. Sama sepertiku. Tak berapa lama kemudian Rara datang,
“Ra, rasanya mau nangis, nih!” ujarku hampir menangis.
“Sabar, Sa. Coba deh kalian selesaikan dengan secara rasional. Kamu tanya dia, ada apa masalah sebenarnya sampai-sampai dia begitu sama kamu?”
“Nggak bisa, Ra. Aku nggak berani. Kelemahanku disini, nih. Pengen lapor ke guru BK, deh? Supaya dapat solusi.”
“Hm, kalau itu maumu nanti aku temanin, deh. Aku seolah ada di tengah kalian, Sa.”
“Iya, maaf banget, Ra. Aku juga bingung.”
Lima menit kemudian, bel berbunyi. Pelajaran pertama adalah Kewarganegaraan. Masih dalam suasana yang dingin, kami berdiam seribu bahasa. Dingin! Beku. Aku tidak tahan, mungkin dia rasa begitu. Aku ingin menyapanya, tapi, tidak berani. Ah! Tolong cairkan suasana kami, Tuhan…
Guru PKn kami memasuki kelas. Pelajaran hari ini mendiskusikan tentang HAM.
“Ibu akan meminta kalian untuk berhitung 1-5. Tolong duduk di tempat masing-masing.” kata Bu Iin, guru PKn kami.
“Sa, aslinya kan, aku duduk disini. Kita tukeran, ya?” tiba-tiba ia mengajakku berbicara. Oh!
“He?” alihku. “Oh, oke…”
Masih dalam kebingungan sekaligus kecairan suasana, aku segera bertukar tempat. Kemudian, kami sempat mengobrol sebelum kami harus berkelompok dengan yang lainnya, dan suasana tidak dingin lagi! Sudah seperti biasa. Kadang aku begitu konyol, dia berani menyapaku, kenapa aku tidak?
“Hai, Nesa, Rara!” sapanya. Saat ini sedang jam istirahat, “Ayo, jajan!”
“Hahaha. Ayo! Ayo, Rara!” ajakku.
“Iya!” kemudian kami jajan seperti biasa dan suasana cerah, secerah matahari yang mulai bersinar dengan terik untuk menyambut hangatnya siang ini. Oh, indahnya! Terimakasih, tuhan…
Sampai sekarang, tentu saja, kami tidak berdingin-dinginan lagi. Walau, tentu akan datang suatu masalah. Tapi, kami akan berusaha untuk tetap menjaga persahabatan kami agar erat dan mencoba untuk saling mengerti. Kalau selama ini kutahu, persahabatan memang tidak ada yang sempurna. Hanya dengan pengertian kita masing-masinglah yang akan membuat persahabatan sempurna!
Save your friendship, and make the best between youJ
Save your friendship, and make the best between youJ
0 komentar